Merekalah Sebenarnya Mahaguru Bangsa Ini
Oleh : Ahsani F Rahman
Masih dunia pendidikan tentang sosok pendidik yang luar
biasa di Indonesia dan tidak banyak masyarakat yang mengetahui. Berawal dari
perjalanan saya menuntut ilmu untuk mengaji dibeberapa desa, saya bertemu
dengan sosok Guru yang luar biasa, dengan penampilan yang sederhana dan tampak
remeh sekali. Sosok itu dipanggil Kyai oleh Masyarakat desa itu.
Peran Kyai desa hanya mendidik santrinya dengan pendekatan, metode, kurikulum,
serta model ala kadarnya. Santrinya tidak banyak, hanya sekitar dua puluh
santri saja. Namun beliau paham benar dengan seluk-beluk dan identitas lengkap
setiap santri, latar belakang keluarga, kondisi psikologis, hobi, dan sampai
pada hal yang sangat sepele sepeti kebiasaan sehari-hari dan pakaian yang
digunakan santrinya.
Adapun kegiatan santri tersebut ketika shubuh mereka jamaah sholat, kemudian mengaji Qur’an, dan jam tujuh pagi ada yang bercocok tanam, berternak, bekerja dipasar, berjualan keliling, menjaga warung, sampai pada waktu Duhur mereka selesai istirahat kemudian dilanjutkan mengaji pada sore hari hingga malam hari. disela-sela kegiatan tersebut Kyai tanpa gengsi dan malu ikut terjun langsung di sawah atau kebun, untuk mempertahankan kehidupannya sang Kyai tersebut tidak sama sekali mendapat bayaran dari santri atau walisantri, baik dari pemerintah maupun swasta. bahkan sang Kyai tersebut menggratiskan seluruh santrinya di Pesantren tersebut. hanya ada syarat utama yaitu santri taat peraturan dan mau mengaji. Di Pesantren tersebut memiliki nilai-nilai tersimpan tentang hakikat pendidikan dan penumbuhan karakter seorang santri, semisal tentang kejujuran santri setiap hari dengan pantauan dari Kyai, terdapat Ta’zir (Hukuman) yang memiliki konsep reward and punishment, konsep tentang pemahaman agama khususnya Tauhid (ketuhanan), bahwa semua ini adalah dari Allah dan kembali pada Allah. santri juga diwajibkan mempelajari dan membaca kitab berbahasa Arab setiap hari minimal tiga jam dan membaca buku umum dua jam. terdapat kegiatan musyawarah (diskusi) setiap minggunya, perlakuan Kyai terhadap santri yang bermasalah beliaupun menghadapi dengan sabar dan telaten men-dandani santri tersebut hingga bisa berubah secara perlahan, dan yang tak terbandingi mereka memiliki etos kerja santri Pesantren Desa yang luar biasa dan tidak dinilai dengan uang atau materi, mereka rela membantu siapa saja yang membutuhkan tenaganya hingga permasalahan itu selesai.
Hingga bulan ini tercatat ada empat santri yang telah mendapat gelar Honoris Causa dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tentang prestasi kepedulian pada masyarakat dan lingkungan masuk pada program UNDP (United Nation Development Program) sebagai peringkat the best Idea of green world, tentang penulis termuda non pendidikan formal dengan menghasilkan karya 200 judul buku dalam bahasa Arab dan Indonesia di usia 26 tahun, dan penghargaan dari The alternative school dari Jepang sebagai sekolah alternatif internasional juara ke-9 (the big nine). Namun sayangnya di negeri sendiri mereka tidak mendapatkan penghargaan sama sekali. namun sekali lagi mereka tidak membutuhkan gelar akademik atau penghargaan, mereka hanya memiliki konsep dasar manusia yang mereka pahami benar, dan sudah menjadi harga mati bagi mereka, yaitu “Maslahat lil Ummah” (memberikan manfaat kepada ummat) tanpa mengharap apapun kecuali ridha dari Allah. sangat terkejut dan terkagum saya dengan prinsip hidupnya, yang masih ada santri dizaman ini memiliki pilihan hidup yang bagi saya pahit untuk dijalani. hidup tersingkirkan dari peradaban namun tetap bisa berkreasi melesat jauh mengalahkan peradaban lainnya.
Dan hal itulah yang dianggap mentri pendidikan M. Nuh sebagai pendidikan karakter, yaitu mereka dituntut untuk mengetahui karakter mereka apa, kemudian mempelajari karakter masing-masing dengan pendidikan yang lebih mereka kuasai, memantapkan konsep karakter dengan sub-sub ilmu secara teori, dan kemudian mempraktekkannya pada dunia nyata. berbeda jauh dengan pendidikan di Indonesia yang kesuksesan pendidikan dinilai dengan kesuksesan UN (Ujian Nasional) atau selembar ijazah dengan embel-embel gelar akademik yang dibayar dengan harga mahal dan mendapat kualitas murah.
Lantas bagaimana dengan alumni atau hasil didikan Kyai tersebut? terdapat Dahlan Iskan seorang santri dari desa kecil di Jawa Timur, Mahfud MD, Jokowi, Gus Dur yang dahulu belajar di Pesantren Tegal Rejo dan ketika itu masih usia empat belas tahun sudah membaca buku Das Capital karya Karl Marx yang pada rezim ketika itu termasuk buku yang haram dibaca. Soekarno dan Tan Malaka yang lahir dari desa kecil Blitar bimbingan H.O.S. Tjokro Aminoto. kemudian Nur Kholis Madjid, Cak Nun, Gus Mus, Butet, Gus Sholah, Hidayat Nur Wahid, Din Syamsuddin, dan deretan tokoh terdepan bangsa lain sebagainya. Kita bisa saja tidak percaya mereka tumbuh mulai kecil, remaja dan dewasa dari desa-desa kecil dengan cangkul, kebun, sapi, rumput, dan itulah nilai karakter manusia sesungguhnya iaitu belajar dari sebuah realita alam yang memiliki nilai tidak ada instan di dunia ini dan tentunya terdapat tiga konsep Iikhlas, Sabar dan Istiqomah.
Dan inilah cambuk bagi generasi muda hari ini, cukuplah kita belajar dari sejarah yang telah terjadi pada hari-hari lalu, sebagai pemuda hari ini adalah penerus pemimpin bangsa pada masa akan datang, beban dipundak kita tentunya masih banyak persoalan negara yang belum terselesaikan. Yang memiliki substansi bahawa pemuda hari ini bukanlah hanya Agent of Change namun juga Agent of Future.
Ahsani F Rahman mendapat pendidikan di Universitas Negeri Malang dalam bidang sejarah. Sekarang merupakan ketua Pusat Studi Pesantren Jawa Timur Indonesia.