Pesona Islam Dari Negeri Dua Benua

Oleh : Muhammad Sophy Abdul Aziz, Lc

Sepenggal kisah peradaban Islam terpatri di sebuah negeri dengan populasi Muslim terbesar di Dunia dengan presentasi yang hampir mendekati angka 90% dari total jumlah keseluruhan penduduknya[1]. Tentunya, hal tersebut tidak terlepas dari berbagai usaha para penguasa Muslim yang gigih dalam mengemban misi Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin agar disiarkan di seluruh penjuru dunia. Letak geografisnya yang sangat strategis sebagai jalur sutra[2] membuat setiap penguasa dari berbagai suku dan dinasti berhasrat untuk menguasai daerah tersebut terlebih lokasinya sebagai penguhubung lintas benua. “Jikalau dunia ini di jadikan sebuah kerajaan yang utuh, niscaya konstantinopel lah yang cocok untuk dijadikan ibukotanya”[3] itulah untaian syair para sejarawan dan pujangga ketika mendeskripsikan pesona salah satu kota di negeri ini yaitu konstantinopel. Konstantinoplel sebelumnya merupakan ibu kota dari kerajaan Romawi Timur (Byzantium) pada tahun 395-1204 M. Kota ini memiliki benteng yang sangat kokoh meliputi daratan dan lautan sehingga berbagai ekspansi penaklukan Islam pun belum bisa mendobrak kekuatan pertahanan tersebut hingga pada masa Al Fatih Pada tahun 1453 M[4]. Kemilau kemegahan dan keindahan arsitektur Romawi mendominasi disetiap relung kota ini sehinga dinobatkan sebagai kota trans budaya terbesar di Eropa dari Abad ke 5 hingga 13 Masehi[5].

Selain itu panorama arsitektur Romawi yang identik dengan desain octagonal pun mendominasi  bangunannya seperti pada Haghia Sophia sebagai gereja ortodoks Timur.  Terlebih lagi, banyak sekali bangunan artistik bergaya Romawi yang akan kita jumpai bila kita mengunjungi kota ini seperti Galata Tower, Hippdorome dan Golden Gate. Kota yang dibangun oleh kaisar Konstantin I ini kemudian beralih nama setelah ditaklukan oleh Sultan Muhammad Al Fatih menjadi Islam bul atau kota Islam yang akhirnya pada era modern ini tersohor dengan nama Istanbul. Meskipun dalam penamaan istanbul ini para sejarawan berbeda pandangan tentang asal kata tersebut. Sebagian berpendapat bahwa kata ini diperoleh dari istilah Yunani eis tin pollin yang berarti “masuk ke dalam kota”[6], sedangkan ilmuwan yang lain beropini kata ini memang murni dari serapan Islam.

Perhatian Islam terhadap kota ini sudah ditegaskan jauh hari pada masa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau memberikan suatu kabar akan ditaklukannya kota ini oleh salah seorang pemimpin Muslim dengan sabdanya “Akan ditaklukan Konstantinopel oleh sebaik baik pemimpin dan pasukan”[7]. Berangkat dari motivasi sabda nabi tersebut, para sahabat nabi ketika masa Khilafah Rasyidah, Daulah Umawiyah, Daulah Abbasiyah, Daulah Saljuq hingga kekhalifahan Utsmani di Asia minor dan Balkan mengadakan ekspansi militer dan penaklukan demi tersebarnya risalah Islam.

Di kala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendelegasikan para shahabatnya untuk menyeru para penguasa non-muslim agar memeluk Islam, maka raja yang paling pertama beliau seru adalah Heraklius pemimpin Romawi Timur melaui Dihyah Al Kalbi[8]. Ketika mendengar kabar tersebut,  Heraklius segera memanggil salah seorang dari kabilah Arab yang sedang berada di negeri Syam, maka muncullah Abu Sufyan beserta kafilah dagangnya menemui Kaisar Romawi tersebut. Dalam dialog mereka, akhirnya Heraklius memiliki kesimpulan bahwa nabi yang dikabarkan berasal dari kaum Quraisy yang nanti akan menaklukan negeri pijakannya yaitu Konstantinopel. Dizaman shahabat di bawah khalifah Umar bin Khattab ekspansi besar besaran terhadap negeri Syam dan Mesir pun dilakukan. Dibawah komando Khalid bin Walid pasukan Islam memasuki negeri Yarmuk dan menghadapi kekuatan dari pasukan Romawi Timur. Namun sayangnya, pasukan kavalri Muslim hanya mampu bertahan hingga batas kawasan sungai Yordan  dan secara strategi gagal dalam melancarkan penaklukan ke kawasan negeri Byzantium. Begitu juga di masa administratif Muawiyah bin Abu  Sufyan pada tahun 48 Hijriyah, usaha keras untuk menduduki jantung kekaisaran Romawi tersebut dikerahkan. Pasukan Bani Umayyah yang dikomandani oleh Yazid bin Muawiyah menyerang konstantinopel untuk pertama kalinya di tahun 669 M. Yazid di utus oleh ayahnya untuk memperkuat Batalyon Fadhlah bin Ubaid Al Anshary dalam perang darat di kalkedom pada 668-669 M. Pengepungan daerah tersebut dilakukan selama beberapa bulan yang berakhir dengan hasil tidak sesuai dengan harapan. Pada pengepungan tersebut ikut serta salah seorang shahabat senior Khalid bin Zaid atau lebih dikenal sebagai Abu Ayyub Al Anshary yang kemudian wafat akibat cuaca ektrim. Sesuai wasiat beliau, para prajurit Islam memakamkannya di tempat terdekat dengan benteng Konstantinopel. Penaklukan selanjutnya di masa Daulah Umawiyah pada tahun 674 hingga 680 M atau lebih dikenal dengan istilah “seven years agression” di masa Sulaiman bin Abdul Malik. Namun usaha tersebut juga belum membuahkan hasil.

Upaya berikutnya untuk menggapai keberhasilan dalam menaklukan Konstantinopel diwujudkan dalam ekspedisi di masa kekhalifahan Abbasiyah melalui tangan Khalifah Harun Ar Rasyid di tahun 165 H. Ketika pasukan muslimin melalui wilayah Iskedar, ratu Romawi daerah tersebut memohon untuk berdamai serta membayar jizyah[9] sehingga sang Khalifah pun menghentikan ekpedisi penaklukan ke wilayah Konstantinopel. 

Bak karang yang di terjang ombak tetap kokoh dihempas gelombang air, estafeta penaklukan terhadap kota yang diidamkan oleh setiap mata yang memandang pesonanya tak pernah padam digalakan oleh generasi umat Islam. Hingga akhirnya di tangan Al Fatih lah Konstantinopel digulirkan pada 29 Mei 1453 M. Penaklukan Konstantinopel di tangan Al Fatih bukanlah secara tiba tiba, melainkan suatu tahapan usaha yang gigih dicurahkan oleh sang penakluk. Sejak kecil Muhammad Al Fatih telah menguasai beberapa disiplin ilmu keIslaman bahkan di usia yang masih tergolong muda beliau mampu menguasai beberapa bahasa yang itu semuanya menjadi bekal dalam pemerintahan sebagai alat berkomunikasi dengan kerajaan lain. Tentunya ini semua berkat dukungan dari ustadznya Aaq Syamsuddin yang dikenal sebagai Fateeh Ma’nawi. Terlebih lagi, Aaq Syamsuddin memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan keluarga kesultanan. Pada suatu hari Aaq Syamsuddin menemui Al Fatih dan berdiskusi tentang pembebasan negeri konstantinopel serta mengajaknya ke lokasi terdekat dimana Shahabat nabi Abu Ayyub Al Anshary dikebumikan. Berkat dorongan dari ustadznya tersebut, semangat Al Fatih kembali memuncak. Dengan ide yang dinilai aneh dan gila dizamannya beliau meninstruksikan kepada para pasukan untuk menyeret kapal yang ringan sekitar 80 unit dari tepian Boshporus menuju pantai utara Tanduk Emas (Golden Horn) menggunakan kayu yang licin[10]. Pasukan Byzantium terkecoh dengan siasat tersebut sehingga tidak ada persiapan yang matang dalam menghadapi serangan lawannya. Usaha tersebut memuluskan  Al Fatih untuk menaklukan kerajaan konstantin itu meskipun harus banyak mengorbankan jiwa kaum muslimin. Akhirnya jantung pertahanan Romawi Timur itupun jatuh ke tangan pasukan Islam pada 29 Mei 1453 M. Ide brilian Al Fatih yang membawa kapal armada melewati lembah gunung dibanding harus merintangi ombak dinilai sebagai peristiwa yang menakjubkan di zamannya[11].

Wajah baru Istanbul sebagai pusat peradaban Islam di era pertengahan memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelancong dan wisatawan. Bangunan khas bergaya Bizantium dipadukan dengan ornamen Islam menghasilkan buah karya yang sangat mempesona. Kreasi tersebut tentunya diprakarsai oleh seorang arsitek andalan Usmani bernama Mimar Sinan di tahun 1538-1588. Peranan Mimar Sinan dalam merekontruksi bangunan lama Byzantium sebagai arsitektural Islam adalah suatu torehan prestasi yang produktif dan belum pernah terjadi sebelumnya. Arsitektur yang menghubungkan corak desain keindahan alam yang sesuai dengan budaya tempatan melahirkan suatu kolaborasi yang menawan khususnya di era Sultan Sulaiman I al Qanuni (1526-1566)[12]. Pola Kubah berbentuk hexagonal, octagon dan persegi merupakan inovasi dari karya Sinan di abad ke 16 khususnya dalam mendesain masjid masjid kesultanan Usmani  yang kemudian dikenal sebagai Baldachin[13]. Hubungan sosial yang dekat antara para sultan Usmani dengan rakyatnya membuat bangunan Masjid pada masa silam sebagai komplek megah yang terdiri dari ruang tamu, pemondokan para Sufi, dan panti asuhan untuk para yatim[14].

Karir Mimar Sinan begitu melonjak di usia 50 tahunan dengan lebih dari 600 infrastruktur Usmani yang ia bangun meliputi pembangunan jembatan, saluran air dan kontruksi bangunan lainnya. Satu buah karyanya yang termegah adalah pembangunan Salimiye cami[15]yang berada di kawasan Turki bagian Eropa[16], Sultan Ahmad Mosque di Istanbul dan beliau pun memiliki andil dalam proyek pembangunan Taj Mahal.

Dalam hal politik pemerintahan, Kesultanan Usmani begitu sangat melaksanakan penerapan Syariah sehingga hal ini berdampak pada stabilitas aspek lainnya baik sosial maupun ekonomi. Hal tersebut bertentangan dengan sistem pemerintahan Turki saat ini yang menganut asas demokrasi. Perundang undangan pada era kesultanan Usmani juga terkenal dengan istilah millet system[17]. Namun seiring dengan pengaruh arus politik global, konstitusi Syariah mengalami stagnansi dan puncak kemundurannya di akhir abad 17 ketika terjadi revolusi Perancis. Kekalahan militer berakibat pada wilayah kekuasaan yang semakin terkikis oleh kekuatan luar dimulai ketika Sultan Salim III bertahta (1789-1807) hingga Sultan Mehmed VI pada 1922 dan kemudian berakhir pada pembentukan Republik Turki di 1924[18].

Hubungan sosial para penguasa Usmani dengan Masyarakat khususnya non-muslim dinilai baik di masa Sultan Muhammad II (Alfateh) berkuasa pada 1451-1481. Berbagai kebijakannya merupakan poin penting dalam catatan sejarah umat Islam melalui toleransi agama, budaya, bahasa dan suku lainnya diluar Islam[19].  Istanbul pada masa Al Fatih dapat dikatakan sebagai model pemukiman multi budaya dan suku dimana perbedaan tidak mengakibatkan pada perpecahan dan konflik. Kebijakan Al Fateh  dalam mengayomi masyarakatnya yang terdiri dari berbagai keyakinan yang beragam menarik perhatian bangsa Yahudi, Armenian, Yunani, Slovakia untuk menetap di Istanbul pada 1452 hingga kota ini terkenal sebagai pusat koeksistensi Muslim dan Nasrani yang mampu bertahan hingga awal abad ke 19[20].

Runtuhnya kekhalifahan Islam di Turki menorehkan catatan kelam bagi umat Islam karena pasca tumbangnya khilafah tersebut umat Islam terpecah dan kehilangan sistem pemerintahan yang dianut berasaskan hukum agama oleh sang Sultan atau Khalifah sebagai pemimpin. Arus sekulerisme menggeregoti setiap lini kebijakan, hingga puncaknya konfersi bahasa Arab Traditional Usmani kepada Latin script pada tahun 1928[21]. Dibawah kediktatoran Mustafa Kemal Attarturk terbentuklah Turki sebagai negara republik yang menganut paham sekuler. Pencopotan setiap aparatur pemerintahan dari kalangan kesultanan dan digantikan oleh kawanan kerabat yang berteduh dibawah organisasi yang sama menjadi momok yang mengakhiri fase kejayaan Islam di negeri 2 Benua ini.

Namun pasca kepemimpinan Mustafa, generasi Islam muda mulai bangkit kembali melalui keikutsertaan mereka dalam organisasi politik di pentas parlemen. Hal ini memulihkan keterpurukan kondisi Islam yang redup melalui diantaranya pendirian madrasah imam wa alkhatib pada 1951[22]. Madrasah tersebut terbilang sangat tersohor pada masanya sehingga mampu mencetak kader pemimpin bangsa. Rojab Toyib Erdogan merupakan salah satu lulusan dari almamater tersebut. Pesona Istanbul akan memiliki ciri karismatik tersendiri bagi umat Islam di seluruh dunia sebagai kota peradaban yang membawa Islam berjaya di kancah dunia.


[1] Mahendra Aji W, “Mengenal Peradaban Islam di Turki; Turki Usmani; Melalui pendekatan Historis hal.3

[2] Sebuah jalur perdagangan melalui Asia yang menghubungkan antara Timur dan Barat dengan dihubungkan oleh pedagang, pengelana, biarawan, prajurit, nomaden dengan menggunakan karavan dan kapal laut

[3] DR Ali Muhammad Ashallabi, محمد الفاتح  Pustaka Darul Iman, Hal 103

[4] Fathur Rahman, “Sejarah Perkembangan Islam di Turki” hal. 8

[5] Pounds, Norman John Greville. An Historical Geography of Europe, 1500–1840, hal. 124. CUP Archive,    1979

[6] Harper, Douglas. “Istanbul”Online Etymology Dictionary

[7] HR Bukhari, Tarikh Shoghir

[8] Shahîh al-Bukhâri, kitab al-Jihâd was-Siyar, Bab: Du’â’in-Nabiyyi an-Nâsa ilal Islâm.

[9] Pajak yang diberlakukan terhadap masyarakat non muslim yang hidup di wilayah kekuasaan Islam, mereka akan di tawari 3 opsi : Memeluk Islam, Membayar Jizyah, atau keluar dari pemukiman tersebut

[10] Silburn, 1912 lihat Wikipedia Mehmed II

[11]  135 تاريخ الدولة العثمانية، يلماز أوزنتونا، صفحة 

[12] Nebahat Avciouglu, “ The Age Of Sinan; architectural culture in the Ottoman Empire” hal.2

[13] Semacam tudung atau penutup atap langit langit seperti altar dll

[14] Ibid, hal.3

[15] Masjid Sultan Salim II di Edirne, Turkey

[16] Kinross, 1977

[17] Talip kucukcan, “State, Islam and religious Liberty in Modern Turkey” hal.3

[18] Hakan Ozoglu (24 June 2011). From Caliphate to Secular State: Power Struggle in the Early Turkish Republic

[19] Talip kucukcan, “State, Islam and religious Liberty in Modern Turkey” hal.8

[20] Alexis Alexandris “The Greek Minority of Istanbul” 1983

[21] Bernard Lewis, “ The Emergence of Modern Turkey”

[22] Talip kucukcan, “State, Islam and religious Liberty in Modern Turkey” hal 18


Rujukan

Aji, Mahendra. “Mengenal Perdaban Islam di Turki Melalui pendekatan Historis .” n.d.

Avcioglu, Nebahat. “The Age of Sinan : Architectural Culture in The Ottoman empire.” 2006.

Kucukcan, Talip. “State, Islam , and Religious Liberty in Modern Turkey.” BYU, 2003.

Maria D Al varez, Sukru Yarcan. “Istanbul as A world city .” 2016.

Rahman, Fathur. “Sejarah Perkembangan Islam Di Turki .” Jurnal Studi Islam ; Tasamuh, 2018.


Berasal dari Cirebon, Jakarta. Mendapat pendidikan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam Dan Bahasa Arab dan BA Usuluddin di Universiti Islam Madinah. Sekarang merupakan pelajar tahun akhir MA di Universiti Islam Antarabangsa Malaysia dalam bidang sejarah dan ketamadunan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *